Playboy (majalah)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Playboy adalah nama sebuah
majalah dewasa yang terkenal dengan foto-foto wanita bugilnya. Diterbitkan pertama kalinya pada tahun
1953 di
Amerika Serikat oleh
Hugh Hefner dan rekan rekannya di Amerika Serikat. Perusahaannya sendiri menjadi
Playboy Enterprise Inc., dimana
Playboy tidak berhenti pada majalah saja, tetapi merambah keberbagai bentuk media seperti: penerbitan, perijinan penggunaan nama Playboy komersil, Playboy TV, dan hiburan.
Selain photo-photo sensual, Playboy juga memuat artikel
mode,
olahraga, barang-barang komersil, dan wawancara dengan tokoh tokoh ternama seperti:
Bob Dylan,
Michael Jordan,
Bill Gates, dan
Mohammad Ali. Playboy juga pernah melakukan wawancara fenomenal dengan
Fidel Castro,
Yasser Arafat,
Moammar Khadafi dan
Malcolm X. Selain itu, banyak penulis fiksi kawakan seperti:
Margaret Atwood,
Tom Clancy,
Roald Dahl dan
Arthur C. Clark mengontribusikan cerita pendek mereka di
Playboy yang kemudian menjadi tulisan yang terkenal.
[sunting] Sejarah Playboy Amerika
Nama majalah ini pada awalnya adalah "
Stag Party" dan tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan majalah outdoor "
Stag" yang lebih dahulu terbit. Pemilik majalah
Stag mengontak
Hugh Hefner dan menginformasikan bahwa mereka akan melindungi nama majalah mereka melalui jalur hukum. Hefner dan
Eldon Sellers, yang kemudian menjadi wakil presiden eksekutif, lalu bertemu untuk mendiskusikan nama baru. Ibu Sellers kebetulan pernah bekerja untuk perusahaan mobil
Playboy Automobile Company di
Chicago. Perusahaan ini berumur pendek dan kemudian bangkrut. Sellers pun menyarankan agar majalah baru ini diberi nama Playboy.
Edisi perdananya yang terbit pada bulan Desember
1953 di Amerika, tidak mempunyai tanggal karena Hefner tidak yakin bisa menerbitkan edisi kedua. Hefner tidak mempunyai cukup uang untuk membayar model berpose di Playboy, jadi ia membayar hak cipta photo-photo wanita cantik dari kalender untuk ditampilkan di majalahnya. Photo kalender artis
Marilyn Monroe menjadi sampul majalah edisi perdana dan dengan cepat menjadi sensasi. Majalah ini habis terjual dalam hitungan minggu. Sirkulasi pertamanya mencapai 53,991 eksemplar dengan harga satuan 50 sen (dalam dollar Amerika)
[1] .
Model yang berpose untuk majalah Playboy dikenal dengan nama "
Playmate". Pada awal awal penerbitan Playboy, pose pose Playmate yang ‘nakal’ disampaikan dengan halus dengan menggambarkan muka terkejut para model, tertangkap basah sedang berganti pakaian atau keluar dari kamar mandi dengan bagian bagian tertentu masih tertutup.
Sesuai dengan perkembangan zaman, pada tahun
1970-an dimana peran wanita berubah dan emansipasi sering kumandangkan,
pose Playmate Playboy semakin berani dan menantang.
Tahun
1971 adalah edisi dimana untuk pertamakalinya Playboy menerbitkan foto Playmate,
Liv Lindeland, dalam pose yang memperlihatkan rambut kelamin.
Foto-foto bugil di
Playboy biasanya dianggap sebagai
pornografi masih dikategorikan sebagai
softcore, dibandingkan dengan penggunaan photo yang lebih
hardcore eksplisit yang mengandung pornografi oleh majalah porno pesaing Playboy seperti
Penthouse, yang mulai muncul di era
1970-an sebagai respon dari suksesnya Playboy.
Sebagai perbandingan, bayaran "
Playmate Bulan Ini" pada tahun
1960–
1963 adalah US$500, dan mulai tahun
1990 angkanya mencapai US$20,000. Untuk "Playmate Tahun Ini" pada tahun
1960–
1963 bayarannya adalah US$500 plus bonus US$250 dan pada tahun
1982-
1997 bayarannya mencapai US$100,000 dan sebuah mobil.
Edisi Playboy yang paling banyak terjual adalah edisi November
1972 dan terjual sebanyak 7.161.561 eksemplar dengan cover,
Pam Rawling, photographer
Rowland Scherman, dan gambar dengan menggunakan halaman terlipat dengan model
Lena Soderberg.
Playboy kini diterbitkan di 20 negara (hingga Desember 2005) di seluruh dunia. Logo kepala
kelinci Playboy yang terkenal, baru muncul pada edisi kedua. Hefner berkata bahwa kelinci dipilih untuk logo karena konotasi seksualnya yang menjadi lelucon di masyarakat, juga karena kelinci terkenal nakal, serta merupakan binatang favorit untuk diajak bermain.
Playmate Playboy dari Indonesia adalah Tiara Lestari
[sunting] Pelarangan dan pembatasan
Di banyak negara
Asia, termasuk
RRC,
Korea Selatan,
India,
Myanmar,
Malaysia,
Thailand,
Taiwan,
Singapura, dan
Brunei,
Playboy dilarang dijual maupun diedarkan. Selain itu, penjualan dan pengedarannya juga dilarang di hampir semua negara Islam di
Asia dan
Afrika, seperti
Arab Saudi dan
Pakistan. Namun demikian, majalah tersebut dijual di
Hong Kong. Selain itu,
Jepang menerbitkan edisinya sendiri yang, mengikuti hukum setempat, tidak menunjukkan gambar daerah kelamin modelnya.
Australia,
Hong Kong, dan
Taiwan masing-masing pernah mempunyai versi setempat, namun kini tidak lagi diterbitkan.
Di
Amerika Serikat,
Playboy tidak dijual di sembarang toko. Di beberapa negara bagian, majalah ini hanya dijual di toko
minuman keras; di tempat yang melarang toko minuman keras, biasanya
Playboy juga dilarang. Di toko-toko buku di seluruh dunia, majalah
Playboy dan terbitan untuk dewasa lainnya lazim ditempatkan di rak yang tinggi sehingga tidak dapat dijangkau oleh anak-anak.
[sunting] Playboy edisi Indonesia
Playboy Indonesia edisi perdana
Edisi perdana
Playboy dalam
bahasa Indonesia terbit pada
7 April 2006. Pengelola Playboy Indonesia adalah
[2] [3]:
- Erwin Arnada, Pemimpin Redaksi
- Ponti Corolus, Penerbit/Direktur PT. Velvet Silver Media
- Stephen Walangitang, Penerbit/Direktur PT. Velvet Silver Media.
Pada edisi perdananya, Playboy Indonesia memuat wawancara panjang dengan sastrawan Pramoedya Ananta Toer dalam rubrik
Playboy Interview [4]. Artikel ini merupakan wawancara terakhir yang dilakukan media massa dengan Pram yang meninggal dunia pada 30 April 2006, sekitar tiga pekan setelah wawancaranya diterbitkan oleh Playboy.
Pembelian izin (lisensi) penerbitan Playboy Indonesia dikabarkan mencapai 3 miliar rupiah. Model sampul Playboy edisi perdana adalah
Andhara Early dan
Playmate pertama
Kartika Oktaviani Gunawan. Menurut pemimpin redaksi Playboy Indonesia, majalah Playboy Indonesia berbeda dari pendahulunya dimana isinya 70 persen adalah isi lokal
[5].
Banyak ormas Islam dan perkumpulan masyarakat yang tidak setuju seperti KAPMI (Kesatuan Aksi Pemudi Muslim Indonesia)
[6], MAPPI (Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia)
[7] yang menentang penerbitan majalah Playboy dan mendukung RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi disahkan. Koordinator Penyelidikan Ormas Islam
FPI, Habib Alwi Usman, berkeras bahwa Majalah Playboy harus ditarik dari peredaran karena dalam bahasa betawi
Playboy adalah bandot yang arti katanya berarti "lelaki yang merusak wanita dan anak-anak
[8]. Beberapa minggu setelah penerbitannya, terkait dengan demonstrasi yang mengarah kepada perusakan, polisi memanggil Erwin Arnada. Setelah melalui pemeriksaan selama 6 jam, Erwin menyatakan penerbitan Playboy edisi kedua ditangguhkan. Pihak kepolisian sendiri berkata bahwa pernyataan ini berhubungan dengan masalah keamanan staf dan personil yang bekerja untuk majalah Playboy, menimbang ancaman dan perusakan yang terjadi. Polisi juga masih menyelidiki tuduhan yang dilayangkan oleh pihak yang anti, apakah majalah Playboy benar benar melanggar undang undang kesusilaan, pasal 282 KUHP, yang berlaku.
Setelah pernyataan ini, situs lelang
ebay asal Amerika Serikat mencatat penawaran untuk membeli Playboy Indonesia edisi pertama mencapai US$101 padahal harga eceran majalah ini hanya Rp. 39,000,- untuk daerah Jawa dan sekitarnya.
Setelah tidak terbit untuk edisi Mei 2006 akibat kontroversi dan ancaman yang merebak, Playboy Indonesia kembali terbit pada
7 Juni 2006. Kantor Playboy Indonesia pun pindah ke
Bali setelah kantor di Jakarta beberapa kali dirusak oleh
FPI dan ormas-ormas lain yang menolak kehadiran Playboy di Indonesia. Playboy edisi Juni 2006 tidak memiliki satu pun iklan di dalamnya, namun pada setiap halaman yang seharusnya diisi iklan tertuliskan "Halaman ini didedikasikan untuk klien-klien loyal kami yang menerima ancaman karena memasang iklan di majalah kami." Dan kemudian tertuliskan jenis iklan yang seharusnya tampil di halaman tersebut. (misalnya produk rokok, produk telepon genggam, dst.)
[sunting] Kontroversi Playboy Indonesia
Kontroversi Playboy Indonesia terjadi bahkan sebelum penerbitan pertamanya. Kontroversi tereksploitasi karena waktu penerbitannya bertepatan dengan maraknya pendapat pro dan kontra akan
Rancangan Undang Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP).
Pemerintah sendiri sejak dicabutnya Surat Ijin Penerbitan Pers (SIUPP) UU No. 11/ 1966 dan mengacu pada UU Pers 40/1999 tentang kebebasan pers, tidak bisa melarang terbitnya media apapun di Indonesia. Pihak penerbit menyatakan bahwa isi edisi Indonesia akan berbeda dari edisi aslinya. Setelah terbit, edisi perdana majalah tersebut tidak memuat foto wanita telanjang, walaupun ada keraguan bahwa hal tersebut akan bertahan pada edisi-edisi berikutnya.
[sunting] Dampak Penerbitan Perdana Majalah Playboy Indonesia
Dari pihak konsumen, fenomena yang terjadi dengan terbitnya Playboy secara resmi cukup menarik, pihak yang mendukung/ tidak menolak dan pihak yang menentang sama sama kecewa. Pembeli merasa kecewa karena isinya tidak sesuai dengan yang mereka harapkan. Mereka berharap isi majalah Playboy Indonesia akan seprovokatif versi Amerika, dan ini tidak terjadi. Pihak yang anti kecewa karena Playboy jadi terbit
[9].
Di
Jawa Tengah, organisasi masa yang mayoritas
ormas muslim mulai melakukan penyisiran pada penjual koran dan majalah. Mereka melakukan perampasan majalah-majalah dan tabloid berorientasi hiburan pria yang sejenis. Akibatnya masyarakat umum pun mulai kesulitan untuk menemukan majalah ini, untuk menghindari keributan antara pihak penjual dan ormas, Polisi pun mulai menyisir sendiri majalah dan tabloid ini. Di daerah Depok Polisi tidak menemukan lagi majalah tersebut dan sebagai gantinya polisi banyak menyita
VCD porno dan VCD bajakan lainnya. Tindakan penyitaan ini tidak saja dilakukan dari tempat berjualan mereka tetapi juga dengan mendatangi rumah penjual dan menyitanya dari rumah mereka. Di
Maluku, Majalah Playboy mendapat sambutan hangat, ini diakibatkan karena keingintahuan masyarakat akan isi majalah yang ramai dibicarakan di media. Tidak saja pria dewasa yang membelinya, bahkan ibu rumah tangga dan anak anak. Banyak yang ingin membeli kehabisan karena kiriman stok dari Jakarta terbatas
[10].
[sunting] Demonstrasi, Perusakan, dan Ancaman
Pada hari yang sama Playboy terbit ormas
Front Pembela Islam (FPI) mendatangi kantor Plaboy di Jl. T.B Simatupang dan melakukan demonstrasi dengan melakukan, orasi, perusakan, dan pembakaran
[11]. Pemilik gedung kantor Playboy, AAF (
Aceh Asean Fertilizer), protes atas kerusakan yang ditimbulkan FPI dan meminta agar Playboy pindah demi keamanan penyewa lainnya
[12]
Kantor majalah Playboy pindah ke gedung perkantoran Fatmawati Mas. Sebagai antisipasi untuk menghadapi
demonstrasi dan pengrusakan, disini kantor Playboy dijaga oleh masyarakat
Betawi sekitar. Poster poster bertuliskan "
Silakan berdemo, asal jangan anarkis" nampak jelas ditempelkan di depan kantor. Salah satu penjaga dari komunitas Betawi ini menyatakan bahwa mereka akan menjaga keamanan kompleks perkantoran ini dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Bila memang Playboy harus tutup, mereka ingin agar pemerintah yang menentukan, dan menyatakan ketidak-setujuan akan segala tindakan main hakim sendiri
[13].
Model sampul Playboy Indonesia
Andhara Early, dan Playmate
Kartika Oktavini Gunawan, juga dilaporkan kepada Polisi atas dasar pornografi oleh Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia
[14] [15]. Penyanyi dangdut yang terkenal akan goyangannya yang kontroversial,
Inul Daratista, walaupun tidak pernah tampil di Majalah Playboy, didatangi puluhan orang yang berdemonstrasi ke rumahnya, di daerah
Pondok Indah,
Jakarta Selatan, pada tanggal
15 April 2006, hanya karena menyatakan bila ada tawaran untuk menjadi model majalah Playboy, ia bersedia
[16].
[sunting] Tersangka tindak pidana susila
Pada
29 Juni 2006, polisi menetapkan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy
Erwin Arnada, dan model majalah ini, yaitu
Kartika Oktavina Gunawan dan
Andhara Early, sebagai tersangka
[17]. Setelah terbitnya Playboy edisi ke-2 dan ke-3,
Fla Priscilla dan
Julie Estelle kemudian juga ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan tersangka itu terkait laporan Masyarakat Anti Pembajakan dan Pornografi Indonesia (MAPPI) dan FPI. Dalam laporan tersebut, ketiganya dianggap telah melanggar pasal 282
KUHP tentang Tindak Pidana Susila.